SUDAH SAATNYA MAHASISWA PIDIE JAYA JADI PENYEIMBANG KEKUASAAN

7 Oct 2025 - 17:43
1 dari 2 halaman

Pidie Jaya, sebuah kabupaten yang lahir dari semangat reformasi dan cita-cita otonomi daerah, kini berdiri di persimpangan sejarahnya sendiri. Dua dekade setelah Reformasi bergulir, geliat pembangunan fisik tampak di berbagai sudut wilayah—jalan diperlebar, kantor pemerintahan berdiri megah, dan angka-angka pertumbuhan ekonomi kerap dibacakan dengan penuh percaya diri. Namun, di balik gemerlap data pembangunan itu, ada sesuatu yang sunyi: **kebersamaan sosial yang perlahan kehilangan daya ikatnya.**

Salah satu simbol kesunyian itu adalah **paguyuban mahasiswa Pidie Jaya** — sebuah wadah sosial yang dulu menjadi pusat konsolidasi moral dan solidaritas warga, kini telah lama vakum dari denyut kehidupan. Dulu, paguyuban ini menjadi tempat di mana nilai gotong royong, kepedulian, dan musyawarah menemukan wujudnya. Di sana, elit dan rakyat berdialog, pemuda belajar berinisiatif, dan masyarakat belajar saling menanggung. Kini, yang tersisa hanya nama dan ingatan.

Vakumnya paguyuban bukan sekadar masalah organisasi; ia adalah cermin dari **krisis sosial yang lebih dalam** — krisis kepedulian kolektif di tengah masyarakat yang semakin terfragmentasi oleh kepentingan pribadi dan politik sesaat. Reformasi yang semestinya memperluas ruang partisipasi sosial, justru dalam banyak hal, memunculkan euforia kebebasan tanpa arah, meninggalkan kekosongan moral di tingkat komunitas.

Dalam konteks inilah, gagasan untuk **merekonstruksi kembali paguyuban Pidie Jaya** menjadi sangat relevan. Bukan untuk romantisme masa lalu, melainkan sebagai upaya rasional membangun kembali “jaringan sosial” (social capital) yang selama ini terabaikan. Pidie Jaya membutuhkan ruang sosial yang mampu menyalurkan energi muda, gagasan progresif, serta kepedulian moral yang selama ini tercerai-berai.