Menuju Satu Dekade Pemberlakuan Qanun Hukum Jinayat di Aceh, Evaluasi dan Harapan!
Oleh : Irfan Maulana *)
Aceh merupakan salah satu provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mendapatkan keistimewaan dan dianugerahi kekhususan dalam melaksanakan pemerintahan dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Berawal dari disahkannya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sehingga menjadi dasar pelaksanaan kekhususan di bumi yang dijuluki Serambi Mekah itu. Ditambah lagi dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh pada tanggal 1 Agustus 2006, maka dengan dua konsideran tersebut dibentuklah Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Salah satu alasan dibentuknya Qanun Jinayat tersebut karena Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang memiliki karakter khas sejarah perjuangan dan masyarakatnya memiliki ketahanan dan daya juang tinggi terhadap pelaksanaan Syariat Islam. Hadirnya Qanun Jinayat memberikan pondasi yang kokoh untuk tercapainya pelaksanan Syariat Islam yang kaffah, sebagaimana yang dicita-citakan oleh para leluhur negeri Syariat Islam itu.
Dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat diatur jarimah (perbuatan-perbuatan yang dilarang) berserta ‘uqubatnya (hukuman) yang berbeda-beda di setiap jarimahnya. Terdapat sepuluh jarimah yang diatur di dalam Qanun Jinayat Aceh. Kesepuluh jarimah tersebut tercamtum dalam Pasal 3 ayat 2, yaitu : Jarimah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Khamar; b. Maisir; c. Khalwat; d. Ikhtilath; e. Zina; f. Pelecehan seksual; g. Pemerkosaan; h. Qadzaf; i. Liwath; dan j. Musahaqah. Dari kesepuluh Jarimah tersebut terbagi menjadi dua macam ‘uqubat yaitu hudud dan takzir, hal itu sesuai dengan Pasal 4 Qanun tersebut.
Berlakunya Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat di Aceh, diharapkan mampu menjaga kemashlahatan kehidupan masyarakat Aceh agar terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Syariat, sehingga akan terus berjalan dalam poros Syariat Islam. Di samping itu, Qanun Jinayat juga sebagai senjata untuk menurunkan angka pelanggaran Syariat Islam yang ada di Aceh agar selaras dengan prinsip yang dipertahankan oleh masyarakat Aceh itu sendiri. Pemberlakukan hukuman cambuk yang ada dalam Qanun Jinayat merupakan suatu senjata handalan dengan tujuan memberi efek jera kepada pelanggar serta pembelajaran kepada masyarakat lain dengan harapan tidak ada perbuatan yang tidak sesuai dengan Qanun Jinayat lagi di Aceh.
Sejak disahkan pada tanggal 23 Oktober tahun 2014, maka Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat itu sudah masuk pada usia 9 tahun penerapannya. Artinya pemberlakukan Qanun tersebut sudah hampir satu dekade atau sepuluh tahun lamanya. Oleh karena itu, Masyarakat Aceh harus mempunyai komitmen dalam mempertahankan Qanun Jinayat sebagai sesuatu yang dibutuhkan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Sebagai daerah modal dalam pelaksanaan Syariat Islam, Provinsi Aceh diharapkan bisa menjadi contoh dalam penerapan Syariat Islam bagi provinsi-provinsi lainnya.