Menuju Satu Dekade Pemberlakuan Qanun Hukum Jinayat di Aceh, Evaluasi dan Harapan!

4 Nov 2023 - 15:33
Salah Satu Pelaksanaan Qanun Jinayat di Aceh. (Insert: Irfan Maulana)
2 dari 3 halaman

Namun, seiring berjalannya penerapan Qanun tersebut tidak memberikan efek yang signifikan untuk menjadi solusi dalam mengatasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran Syariat Islam di Aceh. Bahkan cenderung mengalami peningkatan, misalnya jarimah yang berbaur kekerasan seksual. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Aceh mencatat pada tahun 2021 angka kekerasan terhadap anak di Aceh mencapai 816 kasus. Pada tahun 2022 angka kekerasan terhadap anak di Aceh mencapai 773 kasus, dengan setengahnya merupakan kekerasan seksual. Sedangkan pada tahun 2023 hingga bulan Juni angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak mencapai 575 kasus.

Kemudian menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, dapat terlihat bahwa perkara Jinayat yang terjadi dan diadili pada Mahkamah Syariah tahun 2022 sebanyak 473 kasus. Sedangkan perkara banding sebanyak 55 kasus. Tentunya itu merupakan angka yang besar sehingga Aceh belum benar-benar berhasil menerapkan Syariat Islam. Oleh karena itu pemberlakukan Qanun Jinayat harus terus diperkuat.

Kemudian, jumlah eksekusi hukuman cambuk yang sudah dilakukan tidak berbanding lurus dengan jumlah pelanggaran Syariat di Aceh, sehingga terindikasi ketidaktaatan hukum dalam proses penegakan hukum itu sendiri. Hal tersebut berdampak pada persepsi hukum terhadap masyarakat Aceh terkait dengan penerapan Qanun Jinayat khususnya pelaksanaan hukuman cambuk.

Tidak hanya itu, berbagai kasus pelanggaran hukum masih sering terpampang di media massa dan media online. Hal ini menunjukkan belum redanya pelanggaran syariat Islam di Aceh. Dengan kata lain Qanun Jinayat belum efektif dalam mengurangi kejahatan khususnya yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Permasalahan-permasalahan terjadi tentu ada pada masyarakat itu sendiri, di mana dalam masyarakat masih dijumpai berbagai pelanggaran, hal itu dapat dilihat dari masih maraknya pelanggaran Syariat yang ada di pantai-pantai di Aceh, seperti Pantai Lhoknga, Lampuuk, Alue Naga dan lain sebagainya. Kemudian pelanggaran Syariat Islam yang ada di cafe-cafe dan warung kopi. Pelanggaran Syariat Islam yang ada di pusat-pusat perbelanjaan. Tentu aspek-aspek tersebut harus terus diperhatikan agar Syariat Islam dapat berjalan dengan lancar di Aceh.

Penerapan aturan Jinayat di tengah masyarakat Aceh memang sangat diharapkan oleh penganut Agama Islam. Termasuk juga tegasnya dalam pelaksanaan hukuman (uqubat) terhadap para pelaku pelanggaran jarimah tersebut. Namun di sisi lain, pelanggaran Syariat Islam pun masih terus menerus terjadi. Dari fenomena tersebut kemudian timbul pertanyaan mengapa di satu sisi masyarakat Aceh menginginkan Hukum Jinayat ditegakkan. Akan tetapi pada sisi lain pemberlakukan hukum Jinayat tersebut tidak berlaku secara signifikan dalam mengurangi tindak kejahatan syariat Islam dalam masyarakat Aceh.

Selanjutnya, juga banyak isu yang mengatakan bahwa Qanun Jinayat masih banyak sekali kekurangannya. Terutama pada kurangnya keberpihakan Qanun terhadap korban sehingga harus direvisi Pasal 34 ,47, dan 50, sebab Qanun Jinayat hanya mengatur bagaimana memberikan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual, namun belum memberikan efek jera kepada pelaku. Seperti yang diadvokasikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, yang mengatakan revisi Qanun Jinayat Aceh harus mengakomodir hak pemulihan korban.