Saya Tak Pernah Sembuh: Suara Luka Seorang Korban Sodomi Anak yang Tak Pernah Hilang

“Saya hidup bertahun-tahun dalam dendam. Kadang ingin menyakiti balik pelaku. Pernah ada masa saya punya niat untuk bertindak fatal. Tapi saya ditenangkan oleh ilmu agama. Itulah yang membuat saya masih berdiri sampai hari ini.”
Ia menyebut bahwa luka semacam ini bukan seperti demam yang bisa sembuh dengan istirahat. Ini luka yang menggurat dalam di jiwa. Ia menyerukan agar masyarakat tidak pernah menganggap remeh kekerasan seksual terhadap anak.
“Puluhan tahun saya hidup dalam luka yang tak terlihat. Bagi sebagian orang, ini mungkin hal sepele. Tapi bagi saya, ini adalah reruntuhan masa kecil saya. Setiap kali saya melihat anak kecil, hati saya menangis.”
Ia juga menitipkan harapan besar kepada seluruh elemen bangsa—masyarakat, pemerintah, tokoh agama, pendidikan, dan aparat hukum—untuk hadir secara utuh dan menyeluruh.
“Sudahi semua ini. Jangan lagi ada anak yang disakiti. Jangan ada yang tumbuh dengan luka seperti saya. Atas dasar kemanusiaan, atas nama moralitas, dan untuk memutus rantai dendam yang berkepanjangan, semua pihak harus bertindak nyata.
Jangan abai. Hadir, baik langsung maupun tidak langsung. Jangan ada lagi korban berikutnya. Biarkan kasus ini menjadi yang terakhir, terakhir, terakhir.”