Partai Lokal, Medan Pertempuran atau Latihan.

Asnawi Ismail, Pegiat Sosial
Oleh : Asnawi Ismail, Pegiat Sosial
Inilah pertanyaan hari ini, ketika banyak politisi handal dari partai lokal yang meninggalkan almamater asalnya untuk menuju senayan.
Betapa tidak, pada pemilu pertama Paska MOU yg melibatkan partai -partai lokal di Aceh, kursi parlemen baik ditingkat Kabupaten /kota Maupun provinsi secara dominan dikuasai oleh partai lokal.
Senator - senator baru tersebut banyak diantaranya berasal dari garis kalangan tokoh pergerakan GAM dan aktivis - aktivis muda pegiat kemanusian, sesuatu nilai tambah yang membuat konstituen jatuh cinta pada mereka, legislator ini umumnya dipilih karena faktor latar belakang ketokohan mereka.
Barisan partai lokal saat itu begitu kompak, menguasai parlemen kabupaten /kota bahkan provinsi, bahkan yang lolos ke senayanpun banyak dari hasil collaboration campaigne antara Parnas dengan Parlok.
Namun jika diilustrasikan ke sebuah grafik, gegap gempita pada 2009 tidak bertahan di pesta-pesta rakyat selanjutnya, 2014 banyak politisi Parlok justru meninggalkan gelanggang lokal menuju nasional dengan menumpang kenderaan yang berbeda.
Ada beberapa yang sukses namun ada beberapa yang gagal. Fenomena ini ternyata berlangsung sampai perhelatan pemilu 2019. Azhari Cage, Muharuddin dan Kautsar diantara beberapa eks Legislator Parlok yang unjuk gigi ke Senayan pada tahun tersebut.
Memperhatikan fenomena ini, maka patut untuk dipertanyakan, apakah fungsi Parlok bagi sebagian politisi tersebut, apakah benar2 sebagai wadah untuk mengabdi dan berjuang bagi kepentingan Aceh ataukah hanya sebagai media dan ajang latihan dasar untyk mencapai nafsu politik di level nasional.
Apapun kesimpulannya, segenap masyarakat Aceh tentu punya aspek penilaian masing-masing, dan tentu Parlok -parlok tersebut juga memiliki tolok ukur sendiri untuk menjaga eksistensi mereka di kancah politik, kita hanya berharap supaya tetap terbangun sinergi antara rakyat dan Partai politik demi kemaslahatan Aceh. Nah!