
“Siapa yang bertanggung jawab atas kendaraan masyarakat yang rusak akibat bahan bakar oplosan? Apakah BPH Migas bisa menjamin keamanan dan kualitas BBM di Aceh?” tanyanya dengan nada kecewa.
Menurut FORMAT, kebijakan yang dibuat harus mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan.
Jika sistem barcode saja masih bermasalah, maka menolak permintaan Gubernur Aceh tanpa solusi alternatif hanya akan memperburuk keadaan.
“Jangan hanya berpikir dari belakang meja, turun ke lapangan dan lihat sendiri bagaimana rakyat kesulitan mendapatkan BBM yang layak,” tambah Fajar.
Lebih lanjut, FORMAT meminta agar BPH Migas segera berbenah dan memberikan solusi nyata bagi rakyat Aceh.
Mereka menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak didengar, maka aksi protes yang lebih besar bisa terjadi.
“Kami tidak ingin konflik, tapi jika hak kami terus diinjak-injak, jangan salahkan rakyat Aceh jika kami bergerak,” tegasnya.