Judi Online: Surga Hiburan atau Pelopor Kehancuran?

3 Jul 2024 - 20:17
Safira Hafiza Zahwa
1 dari 3 halaman

Oleh : Safira Hafiza Zahwa, Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan, UIN Sunan Ampel Surabaya

Dalam era digital yang serba cepat ini, judi online telah menjadi salah satu hiburan yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Dengan hanya menggunakan smartphone atau komputer, siapa pun dapat terhubung ke berbagai platform judi online dan menikmati beragam permainan yang ditawarkan, mulai dari slot, poker, blackjack, hingga taruhan olahraga. 


 

Kenyamanan dan kesenangan instan yang ditawarkan oleh judi online menjadikannya sangat menarik bagi banyak orang. Dengan kemudahan akses melalui smartphone dan internet, siapa saja dapat terlibat dalam berbagai jenis perjudian hanya dengan beberapa klik. Namun, di balik gemerlap dan keseruan permainan tersebut, tersimpan bahaya besar yang dapat menghancurkan kehidupan seseorang dalam sekejap.


 

Dapat dibayangkan jika seorang individu yang awalnya hanya ingin mencoba-coba bermain judi online. Individu mungkin merasa tertarik dengan bonus besar atau kemenangan cepat yang dijanjikan oleh situs-situs judi. Awalnya, semua terlihat seperti hiburan yang tidak berbahaya, namun, seiring berjalannya waktu, apa yang dimulai sebagai kegiatan santai bisa berubah menjadi kecanduan yang menghancurkan. 


 

Satu kali kekalahan besar bisa memicu rangkaian kekalahan berikutnya. Dalam upaya untuk menutup kerugian, pemain sering kali meningkatkan taruhannya. Inilah yang dikenal sebagai "chasing losses" – mencoba memulihkan uang yang hilang dengan terus berjudi.


 

Sayangnya, ini jarang berhasil dan justru memperburuk keadaan. Hal ini juga dapat mengakibat timbulnya “addiction” atau sering kita sebut kecanduan, sehingga membuat seseorang bermain secara terus menerus tanpa henti untuk menutupi kekalahan sebelumnya. 

Terkait

DEMA FUF dan HmI Ushuluddin Gelar Diskusi Publik Menilai Kejujuran dan Kinerja Pemerintah Aceh Banda Aceh | Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (DEMA FUF) bekerja sama dengan HmI Komisariat Fakultas Ushuluddin menggelar Diskusi Publik di Warkop MK Kupi Premium, Ulee Kareng, pada 25 November 2025. Kegiatan ini mengusung tema “Menilai Kejujuran dan Kinerja Pemerintah Aceh dalam Politik Perjuangan Aceh.” Dalam forum tersebut, panitia menghadirkan dua pemantik diskusi, yakni Zulfata Al-Ghazali (Direktur Lembaga Inovasi Indonesia) serta Tengku Raja Aulia Habibi (Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry). Keduanya memberikan pandangan kritis terkait dinamika politik Aceh dan kualitas tata kelola pemerintah daerah Ketua DEMA FUF, Zuhari Alvinda Haris, menyampaikan apresiasinya terhadap para pembicara yang dinilai berhasil mendorong peserta untuk berpikir lebih kritis terhadap kebijakan Pemerintah Aceh. “Saya senang melihat bagaimana penyampaian para pemantik mampu menghidupkan diskusi hari ini. Seluruh keresahan peserta terkait isu-isu aktual di Aceh dapat disampaikan secara lugas,” ujar Zuhari, Selasa, 25 November 2025. Ia menambahkan, seharusnya terdapat perwakilan DPR Aceh yang turut hadir sebagai representasi legislatif. Namun, ketidakhadiran tersebut disebabkan oleh agenda rapat anggaran jelang paripurna DPRA pada 28 November 2025. Sementara itu, Ketua HmI Komisariat Ushuluddin juga menilai kegiatan ini sebagai langkah awal penguatan budaya intelektual mahasiswa. “Diskusi publik seperti ini penting untuk dirawat sebagai ruang pergerakan mahasiswa. Idealnya dilakukan secara berkala, setidaknya seminggu sekali agar semangat perjuangan dan kesadaran kritis tetap terjaga,” ungkapnya. Di balik penyelenggaraan diskusi ini, panitia menegaskan bahwa ruang-ruang seperti ini merupakan upaya membebaskan mahasiswa dari belenggu ketakutan untuk terlibat dalam perumusan arah kebijakan daerah. Selain itu, forum semacam ini menjadi wadah penting untuk menyalurkan aspirasi masyarakat yang seringkali tidak tertampung dalam mekanisme formal pemerintahan. Pada akhirnya, mahasiswa menegaskan kembali perannya sebagai perpanjangan tangan rakyat dalam mengawal stabilitas dan integritas kebijakan publik. Mereka menolak anggapan bahwa mahasiswa tidak layak dilibatkan dalam proses kebijakan. “Mahasiswa adalah agent of change, bukan ‘agent of peng’,” tegas Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry. Maka dari itu, mahasiswa wajib menilai bagaimana kejujuran dan kinerja pemerintah Aceh dalam fase kepemimpinan sekarang. Dan mahasiswa harus sadar akan posisi yang dimilikinya. Zuhari menyampaikan kekecewaan terhadap pemerintah Aceh, karena tidak ada satupun dari pemerintah dan legislatif yang dapat berhadir. "Pada diskusi ini jelas pihak pemerintah tidak bisa memberikan kejelasan yang jujur kepada publik, karena kami sudah mencoba menghubungi pihak pemerintah dan legislatif untuk bisa berhadir dalam diskusi publik ini. Dan jelas publik ingin tahu bagaimana kejujuran pemerintah Aceh dalam bekerja untuk rakyat Aceh. Dan jujur pemerintah Aceh takut mengungkap kebenaran" Jelasnya. Oleh karena itu, Patut menjadi tanda tanya bagi masyarakat, apakah pemerintah Aceh sekarang telah menjalankan fungsi mereka sebagai pemimpin dan perwakilan rakyat di pemerintahan atau tidak. Bahkan mereka takut untuk menjelaskan kepada masyarakat bagaimana kinerja yang sebenarnya dari pemerintah Aceh sekarang ini.